Purbalingga, Dogma.id- Bagi para penggemar otomotif dan pencinta modifikasi, tentunya enggak asing dengan daerah yang bernama Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.
Wilayah yang berbatasan dengan tiga kabupaten yaitu Pemalang, Banyumas dan Banjarnegara ini terkenal dengan industri knalpotnya lho… Simak info menariknya.
Nah… kali ini Dogmania akan mengajak kalian buat menilik sedikit sejarah industri knalpot Kabupaten Purbalingga yang terkenal di Tanah Air.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Awalnya industri knalpot di Kabupaten Purbalingga tidak langsung serta-merta muncul begitu saja. ternyata semua berawal dari industri logam di Dusun Sayangan, Kelurahan Purbalingga Lor pada tahun 1970.
Logam-logam dari bahan seng dan potongan drum dimanfaatkan warga dusun tersebut untuk membuat peralatan rumah tangga.
Barulah pada tahun 1980, industri knalpot di Kabupaten Purbalingga dimulai. Seorang warga Dusun Sayangan bernama Sultoni adalah orang yang memprakarsai kemunculan industri ini di Kota Knalpot.
Disisi lain, peran pemerintah di wilayah tersebut dalam menerapkan peraturan mengembangkan produk knalpot yang tidak menimbulkan kebisingan.
“Kita terus berkomitmen untuk mengembangkan industri unggulan berupa knalpot handmade (buatan tangan),” kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Dinperindag) Kabupaten Purbalingga Johan Arifin di Purbalingga, Senin.
Ia mengatakan, salah satu upaya yang sedang dilakukan Dinperindag Kabupaten Purbalingga berupa mengajukan produk knalpot Purbalingga untuk mendapatkan sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) dari Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Selain itu, kata dia, pihaknya melakukan diskusi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terkait kemungkinan pembangunan laboratorium uji kebisingan.
“Jadi nanti knalpot-knalpot buatan Purbalingga ini harus melalui uji kebisingan lebih dulu sebelum dikirim ke pasaran,” katanya.
Terkait dengan knalpot brong, dia mengatakan jika sebenarnya perajin knalpot di Purbalingga tidak memproduksi knalpot yang menimbulkan kebisingan tersebut.
Menurut dia, knalpot tersebut menjadi brong karena ulah penggunanya dengan melepas alat peredam kebisingan (decibel/dB killer).
“Ketika baru diproduksi masih lengkap, dB killer kita pasang, tapi kemudian oleh konsumennya dilepas, sehingga menimbulkan suara bising,” katanya menegaskan.
Oleh karena itu, kata dia, pihaknya akan terus mengedukasi para perajin knalpot untuk tidak memproduksi knalpot brong dan terus mengembangkan produk knalpot yang tidak menimbulkan kebisingan. Lebih lanjut,
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mengapresiasi perajin knalpot di Kabupaten Purbalingga yang telah menciptakan produk knalpot yang tidak menimbulkan kebisingan karena biasanya berupa knalpot brong.
Ia mengharapkan perajin knalpot di Purbalingga yang memulai pembuatan knalpot-knalpot yang tidak menimbulkan kebisingan tersebut.
“Ini karena Purbalingga yang memulai, Purbalingga pun yang mengakhiri, sukses. Kita tunggu menjadi pariwisata ‘great’,” kata Sandiaga.
Perajin knalpot “Abenk Muffler”, Edi Nurmanto mengatakan knalpot yang dibuatnya tidak menimbulkan kebisingan dan sesuai dengan ambang batas yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yakni 80 desibel (dB) untuk kendaraan bermotor berkubikasi 175 cc ke bawah dan 83 dB untuk kendaraan bermotor berkubikasi 175 cc ke atas.
Berdasarkan hasil pengujian menggunakan alat pengukur tingkat kebisingan (sound level meter) yang sudah dikalibrasi di Smesco, kata dia, kebisingan yang dihasilkan knalpot buatannya berada di bawah ambang batas yang telah ditetapkan pemerintah karena hanya sebesar 76 dB.
“Kita disuruh buat suara knalpot mau berapa saja itu bisa. Purbalingga apa sih yang enggak bisa,” kata Ketua Asosiasi Perajin Knalpot Lingga Jaya
Penulis : Hermawan
Editor : Yudi