Bahaya Overclaim dan Over Expectasi Pengobatan Sel

Monday, 26 August 2024 - 09:24 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

dogma.id – Sejak manusia ada dan berkembang dunia Kesehatan dan Upayanya terus berkembang, dari mulai menggunakan sesuatu dari tubuhnya sendiri , misalnya mengolesi luka dari air liurnya karena melihat binatang juga menjilati lukanya, mengunyah dan menumbuk tumbuhan serta memberikan darah segar hewan pada luka dan atau memakannya. Maka sebenarnya sebagai entitas terbuka manusia secara alami mempu meregenerasi diri dari dalam sel samapi jaringan dan organnya jika terdapat trauma yang ringan dari semua penyebab penyakit yang dideritanya.

Perkembangan ilmu Kesehatan dan kemudian disebut sebagai ilmu kedokteran karena yang melakukan pengobatan masa kini kemudian disebut dokter, maka manusia mengelompokkan penyebab penyakit menjadi beberapa antara lain bawaan atau kongenital, infeksi, trauma, metabolisme, horonal, degenerative dan neoplasma. Dari pengembangan itu maka manusia mengelompikan Upaya tatalaksana penyakit atau disebut Upaya Kesehatan sebagai promotive, preventif, kuratif dan rehabilitative.

Manusia dari dulu menggunakan therapy dengan berbagai benda dan zat dari mulai gas missal dengan pengasapan seperti ratus , balur, oksigen ( hyperbaric) dan therapy oksigen serta hydrogen, dengan cairan dengan meminum obat cair, memakan cacing , meminum cairan fermentasi combucha, membuat alcohol dan cairan lain yang disuntikan untuk pembiusan ataupun benda logam untuk membantu penyambungan tulang secara alami dan juga Upaya dengan pemanfaatan sinar berikut radiasinya baik dari ronsen sampai radiasi untuk membunuh merusak jaringan kangker secara locoregional.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Istilah sel punca pertama kali diperkenalkan Theodor Boveri dan Valentin Haecker pada akhir abad ke-19. Teori sel punca darah dilakukan pada awal abad ke-20 oleh Artur Pappenheim , Alexander Maximow , Franz Ernst Christian Neumann .  Sifat-sifat utama sel punca pertama kali didefinisikan oleh Ernest McCulloch dan James Till di University of Toronto dan Ontario Cancer Institute pada awal 1960-an. Mereka menemukan sel punca pembentuk darah, sel punca hematopoietik (HSC), melalui pekerjaan perintis mereka pada tikus.

McCulloch dan Till memulai serangkaian percobaan sel sumsum tulang disuntikkan ke tikus yang diradiasi. Mereka mengamati benjolan di limpa tikus yang berbanding lurus dengan jumlah sel sumsum tulang yang disuntikkan. Mereka berhipotesis bahwa setiap benjolan (koloni) adalah klon yang muncul dari satu sel sumsum (sel punca). Dalam pekerjaan berikutnya, McCulloch dan Till, bergabung dengan mahasiswa pascasarjana Andrew John Becker dan ilmuwan senior Louis Siminovitch , mengonfirmasi setiap benjolan sebenarnya muncul dari satu sel. Hasil penelitian mereka dipublikasikan di Nature pada tahun 1963. Siminovitch menemukan bahwa sel pembentuk koloni mampu memperbarui diri, yang merupakan salah satu sifat penting sel punca yang diteorikan oleh Till dan McCulloch.

Baca juga  Harapan Baru Bagi Penderita Disfungsi Ereksi

Terapi pertama yang menggunakan sel punca adalah transplantasi sumsum tulang yang dilakukan oleh ahli onkologi Prancis Georges Mathé pada tahun 1956 terhadap lima pekerja di Institut Nuklir Vinča di Yugoslavia yang terkena dampak kecelakaan kritis . Semua pekerja tersebut selamat.

Pada tahun 1981, sel punca embrionik (ES) pertama kali diisolasi dan berhasil dikulturkan menggunakan blastokista tikus oleh ahli biologi Inggris Martin Evans dan Matthew Kaufman . Hal ini memungkinkan pembentukan model genetik murine, sebuah sistem di mana gen tikus dihapus atau diubah untuk mempelajari fungsinya dalam patologi. Pada tahun 1998, sel punca embrionik manusia pertama kali diisolasi oleh ahli biologi Amerika James Thomson , yang memungkinkan adanya metode transplantasi baru atau berbagai jenis sel untuk menguji perawatan baru. Pada tahun 2006, tim Shinya Yamanaka di Kyoto, Jepang mengubah fibroblas menjadi sel punca pluripoten dengan memodifikasi ekspresi hanya empat gen. Prestasi tersebut merupakan asal mula sel punca pluripoten yang diinduksi, yang dikenal sebagai sel iPS.

Pada tahun 2011, seekor serigala betina yang tertabrak truk menjalani perawatan sel punca di Kebun Binatang Brasília , dan ini merupakan kasus pertama yang tercatat mengenai penggunaan sel punca untuk menyembuhkan luka pada hewan. Kemudian hasil penelitian dan eksperimen dan therapy mereka diseinarkan dan dipelajari oleh ilmuwan berikutnya dengan membuat prosedur serupa sesuai dengan kearifan local, sehingga adanya overclaim penemu stemcell selain dari mereka adalah hal yang sebenarnya pembohongan public. Sejatinya ilmu sel punca sudah lama dan hanya kursus satu dua minggu ilmuwan Indonesia pasti bisa melakukannya, yang menjadi masalah adalah legalitas dan kode etik yang berlaku, quo vadis kemajuan versus ilegalitas inilah yang seharusnya dibatasi dalam melakukan edukasi apalagi melakukan overclaim bahwa stemcell adalah penemuannya atau pasti menyembuhkan, dengan biaya fantastis banyak Masyarakat terjebak pada overekpectasi yang bisa berakibat hukum.

Yang saat ini sangat sering dihyperbolakan adalah therapy sel punca akan pasti menyembuhkan yang sebenarnya juga merupakan salah satu Upaya manusia saja menggunakan sesuatu dari tubuh manusia itu sendiri yang secara alami dalam tubuh sebenarnya mampu meregenerasi, namun karena pada penyakit kronis tubuh seseorang lemah dan sedikit atau penyakitnya lebih parah maka diperlukanlah donor dari tubuhnya sendiri yang dikembangkan dan juga bisa dari tubuh individu lain. Sehingga Upaya itu juga belum tentu berhasil apalagi jika berasal dari tubuh manusia lain, karena secara genetis pasti ada perbedaan yang masih lebih kecil dari omic yang sekarang sudah ditemukan manusia. Bahkan ada beberapa penelitian bahkan penyuntikan stemcell allogenic akan menyebabkan kanker ditubuh manusia itu di masa depan. Beberapa negara maju merekomendasikan beberapa penyakit saja yang sudah secara klinis tidak beresiko dimasa depan.

Baca juga  Fun Medical Day “Gigiku Sehat, Gigiku Kuat” dari SDIT Darojaatul Uluum, oleh dokter gigi dan para fasilitator RSUI

Para peneliti, menyimpulkan meskipun program pemeliharaan genom yang ekstensif hadir dalam sel punca, banyak mutasi pendorong potensial terakumulasi sepanjang hidup. Namun, risiko seumur hidup untuk mengembangkan kanker kurang dari 50%. Faktor pembatas laju selain perlindungan genom berperan untuk mencegah karsinogenesis. Faktor-faktor ini mungkin termasuk laju latar belakang mutagenesis itu sendiri. Laju mutasi yang meningkat ditoleransi bahkan selama perkembangan janin, waktu penting di mana varian dapat menjadi tetap dalam sebagian besar sel punca dewasa masa depan janin.

Hebatnya, mutasi pengode prenatal lebih sering diprediksi akan merusak daripada mutasi pengode postnatal. Beberapa varian, meskipun merusak di sebagian besar pengaturan, dapat menguntungkan dalam tahap perkembangan. Atau, toleransi terhadap laju mutasi yang meningkat dapat membentuk keragaman fenotipik awal dan mengurangi tekanan seleksi positif dari mutasi yang menguntungkan.

Para ahli menerangkan bahwa secara keseluruhan, tingkat mutagenesis tertentu ditoleransi selama perkembangan dan homeostasis dan bahkan berpotensi melindungi terhadap dominasi klonal sel-sel premaligna. Model persaingan antara sel punca ini dapat diterjemahkan ke dalam penggunaan sel punca dalam pengobatan regeneratif, di mana langkah-langkah pembatas laju karsinogenesis in vivo harus tetap utuh untuk mencegah peningkatan risiko kanker. Pembentukan dan pemeliharaan kumpulan sel punca heterogen dengan kebugaran yang sama sangat penting untuk memungkinkan persaingan antara klon sel punca, misalnya, dalam penuaan manusia normal.

Beberapa faktor harus dipertimbangkan untuk mengoptimalkan pencangkokan sejumlah sel punca jangka panjang yang cukup dalam pengaturan transplantasi.

  • Pertama, usia donor: Tindak lanjut jangka panjang dari penerima transplantasi HSPC menunjukkan pencangkokan klon sel punca yang lebih sedikit ketika berasal dari donor yang lebih tua. Korelasi juga ada antara peningkatan usia donor dan berkurangnya kelangsungan hidup setelah transplantasi HSPC.
  • Kedua, jumlah sel punca dan sel progenitor yang diinfus telah berkorelasi dengan jumlah sel punca yang berhasil dicangkok. Penemuan ini menunjukkan bahwa jumlah sel yang lebih banyak harus diinfuskan untuk donor yang lebih tua untuk mencapai pencangkokan jumlah sel yang sama seperti pada donor yang lebih muda.
  • Ketiga, pentingnya karakterisasi fenotipik dari kumpulan sel punca yang digunakan dalam pengaturan transplantasi dapat diamati dalam studi penyuntingan gen. Fraksi sel yang berhasil direkayasa secara genetik setelah transplantasi lebih rendah daripada dalam kumpulan sel punca input, yang menunjukkan bahwa sel punca pencangkokan jangka panjang telah ditargetkan dengan kurang efisien selama rekayasa genetik.
Baca juga  Pilot Susi Air Philip Dibebaskan Berkat Pendekatan Soft Approach Pemerintah RI

Kombinasi peningkatan pengetahuan tentang penanda sel punca, kondisi kultur in vitro , dan rekayasa genetika sel primer kemungkinan besar akan memberikan kontribusi besar terhadap kelangsungan hidup jangka panjang penerima terapi sel punca. Misalnya, efisiensi pencangkokan jangka panjang HSPC yang positif terhadap penanda sel punca primitif EPCR/CD201 meningkat secara substansial, dan kondisi kultur yang dioptimalkan telah meningkatkan pengayaan sel-sel khusus ini.

Namun, metode ini memerlukan kultur sel punca in vitro , yang memungkinkan mutasi terkait kultur terakumulasi di atas mutasi somatik yang sudah ada dalam bahan donor. Dalam iPSC, beban mutasi per pembelahan sel mirip dengan laju mutasi pembelahan sel embrionik awal. Namun, jumlah pembelahan sel punca dalam kultur akan melebihi jendela waktu di mana mutasi terakumulasi dalam perkembangan.

Sel induk hematopoietik, misalnya, telah memperoleh ±50 mutasi pada saat lahir, yang akan dilampaui dalam waktu 40 hari setelah membudidayakan iPSC. Yang melegakan, estimasi risiko menginduksi mutasi onkogenik berdasarkan spektrum mutasi in vitro serupa dengan risiko in vivo dalam memperoleh mutasi onkogenik, meskipun tingkat mutasinya tinggi.

Study obyektif ilmuwan menunjukkan bahwa peningkatan sementara dalam tingkat mutasi dari kumpulan sel punca yang beragam secara klonal tidak selalu mengarah pada peningkatan risiko kanker. Namun, penyaringan mutasional sel punca selama proses transplantasi mungkin penting secara klinis, terutama untuk jaringan yang memiliki pengetahuan luas tentang potensi mutasi pendorong untuk menginduksi transformasi ganas sel punca. Secara keseluruhan, karena dinamika klonal antara sel punca melindungi terhadap dominasi klon premaligna, penelitian mendatang tentang tekanan selektif yang ditemui selama kultur in vitro akan menunjukkan apakah dinamika seleksi serupa dengan yang terjadi secara in vivo .

Para ilmuwan Kesehatan dan kedokteran serta dunia terus mengembangkan berbagai Upaya Kesehatan manusia itu baik tradisional maupun komplementer, ada yang memanfaatkan tubuh manusia sendiri dengan melatih diri dan berpola hidup sehat dengan berbagai program diet yang diklaim mampu meningkatkan jumlah stemcell sendiri, ada yang menggunakan hyperbaric oxygen therapy untuk mensuplai sell termasuk stemcell sehingga meregenarsi sendiri, ada yang menggunakan tumbuhan dan buah buahan bahkan hewan untuk berbagai macam diet yang semua untuk Upaya manusia meregenerasi sel tubuhnya sendiri termasuk Upaya mencegah penuaan. Maka oberclaim sebuah ilmu yang merupakan Upaya manusia bisa saja menimbulkan kekecewaan jika tidak sesuai dengan ekpectasi penderita atau pasien.(Agus Ujianto)

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Inisiasi IKOBIN Kerjasama B to B Kesehatan Indonesia Korea Untuk Industri dan Teknologi
Spesialis di Apotik Ciremai Bisa Terapi Fraksi Vaskular Stroma Autolog (SVF) Untuk Pemulihan Nyeri Sendi
Warga Ciayumajakuning, Tak Perlu Jauh Lagi Suntik Sel Untuk Menuntaskan Nyeri , Cukup Janjian di Onestop Service Perusda Farmasi Cirebon
Mafia Skincare dan Skincare Etiket Biru
Varices sembuh tanpa oprasi
Fun Medical Day “Gigiku Sehat, Gigiku Kuat” dari SDIT Darojaatul Uluum, oleh dokter gigi dan para fasilitator RSUI
Menatap Positif Integrasi layanan Satu Sehat
Kasus Dugaan Cacar Monyet di Brebes Ini Penjelasan Kadinkes

Berita Terkait

Saturday, 23 November 2024 - 18:21 WIB

Inisiasi IKOBIN Kerjasama B to B Kesehatan Indonesia Korea Untuk Industri dan Teknologi

Saturday, 2 November 2024 - 16:19 WIB

Spesialis di Apotik Ciremai Bisa Terapi Fraksi Vaskular Stroma Autolog (SVF) Untuk Pemulihan Nyeri Sendi

Saturday, 2 November 2024 - 15:41 WIB

Warga Ciayumajakuning, Tak Perlu Jauh Lagi Suntik Sel Untuk Menuntaskan Nyeri , Cukup Janjian di Onestop Service Perusda Farmasi Cirebon

Saturday, 26 October 2024 - 09:32 WIB

Mafia Skincare dan Skincare Etiket Biru

Friday, 4 October 2024 - 11:51 WIB

Varices sembuh tanpa oprasi

Berita Terbaru

sport

Kemenangan Perdana Putra Bharata Muda dan Bukit Asam

Monday, 9 Dec 2024 - 17:27 WIB

daerah

PLN Mobile Gelegar Musik Prambanan 2024 Sukses Digelar

Monday, 9 Dec 2024 - 13:01 WIB