Menulis Sebagai Tanggung Jawab Etika dan Moral Untuk Memberikan Kesaksian

Tuesday, 14 January 2025 - 23:57 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dogma.id – Menulislah seperti air yang mengalir. Tak hanya membersihkan saluran sungai atau gorong-gorong dengan jujur dan ikhlas mengikuti sunnatullah dari hulu sampai hilir untuk silaturrahmi dengan laut di muara pergaulan dengan segala makhluk penghuninya yang beragam karakter.

Begitulah kehidupan yang maha singkat, sehingga Penyair Chairil Anwar menggedor langit, minta dikirim usia seribu tahun lagi. Lha, kalau do’a itu dikabulkan, sudah berapa usianya kalau masih hidup sampai sekarang. Padahal ada waktunya giliran Sutardji Calzoum Bachri, Aspar Paturisi, dan generasi penyair lain. Karena menulis itu — selain hajat hidup bawaan sejak lahir — ia memang semacam kebutuhan bagi orang yang buta huruf sekalipun. Seperti kemampuan membaca setiap orang yang mampu menterjemahkan isyarat bumi dan langit. Maka itu, seperti kata Sri Eko Sriyanto Galgendu seorang Pemimpin Spiritual Nusantara yang mampu berbahasa bumi, bisa dipahami sebagian orang adalah bahasa langit. Di berbagai daerah suku bangsa Nusantara pun menyebutnya sebagai bahasa tanah.

Jadi budaya membaca dan menulis itu lahir nyaris pada saat yang bersamaan waktunya, sama tuanya dengan riwayat hidup manusia sejak generasi pertama yang masih acap jadi perdebatan, sungguhkah semua bermuka dari Nabi Adam dan Sitti Hawa. Perdebatan ini tentu saja dalam perspektif sejarah dan filsafat, bukan dalam ranah dan habitat teologi yang sudah final.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pada masa kerajaan dan kesultanan di Nusantara berjaya dahulu, sastrawan kraton serta para seniman penempa keris hingga pembuat diorama di gua-gua maupun gapura — pintu — kerajaan disebut para empu yang disandingkan dengan para pujangga.

Konon dari cerita yang tidak pernah tertulis para empu dan pujangga keraton itu dahulu cukup mendapat fasilitas yang cukup dengan kebutuhan untuk hidup yang memadai, tidak seperti pada jaman republik setelah berdiri — mengambil alih tugas dan segenap otoritas kekuasaan untuk memerintah. Yaitu mengatur tata hidup dan kehidupan rakyat. Begitulah perbedaan nasib para seniman, budayawan maupun sastrawan hingga pekerja seni pada janan ini — republik — tidak mampu memberi tempat yang patut bagi mereka semua itu yang berkutat di wilayah kesenian dan kebudayaan. Lalu sejumlah orang mulai menaruh harapan kepada Menteri Kebudayaan yang format khusus dalam Kabinet Merah Putih, besutan Presiden Prabowo Subianto untuk melirik onggokan kesenian dan bangkai-bangkai kebudayaan yang selama ini merana seperti anak tiri dalam pembangunan manusia Indonesia yang masih tersisa budi luhur dan kemuliaannya untuk mendapat tempat dalam Rumah Adat yang bisa dikelola bersama masyarakat adat, masyarakat keraton yang selama ini dilupakan juga sebagai pemiliki asal muasal negeri ini yang mengibarkan bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Baca juga  Penunjukan Pelaksana Tugas Kementerian Imi-Pas Percepat Proses Masa Transisi

Artinya jelas, negara kesatuan itu berasal dari berbagai negara — negeri — yang dahulu berdiri sendiri sendiri dan memiliki wilayah dengan segenap otoritas kekuasaannya yang di warnai oleh suasana kebatinan — dan juga kelahiran — gemah ripah loh jinawi — hanya dengan mengandalkan hasil bumi dan laut. Maka itu pertanyaan tentang budaya — bahkan tradisi agraris (pertanian dan perkebunan) serta maritim yang acap disebut sebagai ciri suku bangsa bahari, mengapa justru terkesan mati suri, seperti kerakap di atas batu, hidup segan mati pun tak mau.

Fenomena dari pemagaran laut secara liar dan semena-mena itu jelas indikator dari lemah dan abainya bangsa yang telah bersatu dalam republik, sehingga kemampuan serta pengelolaan keamanan laut Indonesia begitu lemah hingga bisa dikuasai oleh VOC baru semacam masa penjajahan dahulu. Padahal semua bangsa asing yang berebut masuk ke nusantara yang telah menjadi Indonesia sekarang ini, dahulunya adalah penghasil terbesar rempah-rempah untuk menghidupi manusia sedunia.

Ironisnya sekarang, anak negeri Indonesia sekarang ini jadi berkeluh kesah sekedar untuk membeli buah pala, cengkih, dan minyak kelapa (kopra) hingga damar dan kemenyan untuk menyedapkan masakan atau wewangian dalam ruangan tempat tinggal atau di ruang pertemuan.

Kesaksian sejarah serupa ini hanya mungkin dapat dibaca ulang pada era digital sekarang ini karena adanya penulis yang tekun dan gigih berjuang seorang diri, tampa pernah mendapat perhatian dari pemerintah, apalagi bisa berharap memperoleh subsidi atau semacam tunjungan tetap untuk penulis agar mampu bertahan untuk hidup sambil meningkatkan kualitas dan kuantitas yang bermutu untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa, seperti yang diamanatkan oleh konstitusi Indonesia yang sah — meski sudah ikut rusak akibat diamandemen — secara ugal-ugalan dan semena-mena, karena memburu rente yang sangat tidak beretika dan sangat tidak bermoral. Semua kebobrokan ini hanya mungkin mau diperbaiki atas dasar kesaksian penulis yang terus gigih meneriakkan tatanan yang benar demi dan untuk kebaikan bersama seluruh rakyat. Bukan kehendak hati dan seleranya penguasa sendiri.

Baca juga  Berdayakan Mustahik, BAZNAS Kota Tangerang Luncurkan Scale Up Z-Chiken di Kota Tangerang"

Ayo, menulislah terus sebagai wujud dari rasa tanggung jawab etika dan moral sebagai kesaksian sosial dan spiritual yang pasti akan ada hikmah dan manfaatnya — meski tidak keterima oleh orang banyak — setidaknya bagi diri kita sendiri.

Banten, 14 Januari 2025

Facebook Comments Box

Penulis : Jacob Ereste

Berita Terkait

LaNyalla: Ekonomi Kerakyatan Bukan Sebatas Usaha Mikro dan PKL
Jasa Marga Raih Penghargaan dari KPU RI atas Dukungan Sosialisasi Pemilu 2024
Penuhi Kebutuhan Pelanggan, PLN Sukses Tambah Jumlah SPKLU hingga 299% di Seluruh Indonesia Sepanjang 2024
Haidar Alwi: Jangan Terjebak Upaya Pecah Belah Prabowo dan Jokowi.
Rilis Single Bertajuk Echo sebagai Ajakan Peduli Bumi berikut Saint Dismas Band Asal Tangerang
Akselerasi Pemberantasan Narkotika, Menteri PANRB Dukung Penguatan Kelembagaan BNN
Dua Target BKSAP Gelar FGD Nasional Peduli Palestina
Pertamina NRE Dianugerahi Penghargaan Fortune Indonesia – Change The World 2024

Berita Terkait

Monday, 10 February 2025 - 22:40 WIB

LaNyalla: Ekonomi Kerakyatan Bukan Sebatas Usaha Mikro dan PKL

Monday, 10 February 2025 - 22:26 WIB

Jasa Marga Raih Penghargaan dari KPU RI atas Dukungan Sosialisasi Pemilu 2024

Monday, 10 February 2025 - 22:18 WIB

Penuhi Kebutuhan Pelanggan, PLN Sukses Tambah Jumlah SPKLU hingga 299% di Seluruh Indonesia Sepanjang 2024

Monday, 10 February 2025 - 22:16 WIB

Haidar Alwi: Jangan Terjebak Upaya Pecah Belah Prabowo dan Jokowi.

Monday, 10 February 2025 - 16:26 WIB

Rilis Single Bertajuk Echo sebagai Ajakan Peduli Bumi berikut Saint Dismas Band Asal Tangerang

Berita Terbaru