Sebagian orang begitu gelisah ketika harga kebutuhan sehari-hari melambung tinggi, tapi sebagian orang lebih gelisah kalau harga secangkir kopi tak lagi terjangkau dan sukar dibeli. Karena artinya, peradaban sedang terancam.
Nilai secangkir kopi, bukan hanya tentang rasa dan aroma, tetapi juga makna, menyimpan berbagai dimensi filosofis tak terhingga. Warna Hitam pekat, rasa manis pahit dan sedikit asam, adalah gambaran dari dinamika kehidupan.
Ada yang sakit karena cintanya tertolak, ada yang murung ditindas kenyataan, ada yang bahagia dibuai harapan, dan ada yang biasa-biasa saja karena tak ingin gila.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kopi adalah media yang dapat menciptakan suasana kedamaian bagi penikmatnya, menembus batas-batas realitas. Karena itu, ia tak layak disejajarkan oleh minuman apapun.
Dari kaum intelektual hingga agamawan, dari seniman cinta sampai tukang becak, semuanya bersatu dalam adukan yang sama, Dan suara seruputtz, adalah nada bak biola, selalu menggoda para pemujanya.
Di sisilain, hal tersebut dipatahkan dalam buku berjudul Filosofi Kopi, buku karya Dee Lestari itu secara terang-terangan menyampaikan “kopi tetaplah kopi, yang memiliki sisi pahit yang tidak akan mungkin bisa kamu sembunyikan”, selain menyanggah opini diatas, kopi juga dapat menunjukan kejujuran dalam pemikiran.
Bahkan istilah NGOPI sudah menjadi bahasa diplomasi, sebuah kata pembuka untuk melakukan transaksi. Melancarkan misi, mencari sesuap nasi, atau sekedar melepas penat sambil ketawa-ketiwi. Apapun minuman yang dipesan, judulnya tetap ngopi.